feedburner

Teruslah bergerak, hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu,
Teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu,
Teruslah berjalan hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu

Sabishi wa hontou warui na!


Sendiri itu benar-benar menyedihkan.


Manusia lahir sendiri, mati juga sendiri, dan itu adalah hakikat kehidupan seorang manusia. Namun, bukankah manusia juga memiliki akal dan perasaan untuk bersosialisasi dengan orang lain? Dan bukankah manusia diperintahkan untuk berguna bagi manusia lainnya. Kalau diperhatikan, ada space diantara kelahiran dan kematian, yaitu kehidupan. Dan yang paling penting dalam hidup seorang manusia adalah bagaimana ia menjalani kehidupannya tersebut. Ada pepatah yang mangatakan bahwa “when we born, we started to die..” namun sebelum kita mati, ada sebuah kehidupan yang harus kita isi. Kita tahu, pada saat lahir dan mati nanti kau sendirian, maka relakah kau di kehidupanmu juga kau isi dengan kesendirian?!


Sebenarnya itu adalah renungan pengantar tentang kesendirian.


Hal yang ingin aku bagi disini adalah curahan perasaan dimana aku sudah tidak dapat membendungnya lagi. Mo ii yo! Sudah cukup batas kesabaranku. Rasanya aku ingin menghilang dari kehidupan mereka. Ingin memulai sebuah kehidupan baru dimana tidak ada mereka. Mengenal mereka merupakan sesuatu karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Teman. Namun, ditinggal mereka merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan. Apakah teman benar-benar tidak akan pergi? Ya, teman tidak akan pergi, namun ingat, mereka juga seorang individu yang memiliki kehidupan sendiri. Banyak amanah yang masih harus mereka selesaikan. Teman tidak akan pergi jika kau tidak membuatnya pergi. Meskipun secara fisik kita jauh, mungkin kita masih ada di hatinya. Apakah teman selalu ada untuk temannya yang lain? Bahkan disaat temannya sakit? Tergantung, sebesar apakah ikatan diantara mereka.

Dulu aku selalu berpikir, baru kali ini aku merasakan pertemanan bagaikan persaudaraan antara Kaum Anshor dan Muhajirin, dimana barangku sama dengan barangmu, silahkan pakai sesuka hati. Aku merasa memiliki keluarga kedua. Tempatku berbagi cerita. Sampai terkadang aku berpikir, mampukah aku untuk marah kepada mereka?!


Namun, sekarang aku menyadari, ternyata perasaanku berlebihan. Mereka hilang begitu saja. Bahkan disaat aku sangat membutuhkan mereka. Mereka dicuri, dicuri oleh perasaan. Pada awalnya aku masih sanggup untuk menahan perasaan ini. Aku ingin katakan pada mereka bahwa aku sakit, aku butuh mereka. Atau sekedar mengatakan “Mau pergi kemana? Selamat bersenang-senang ya! ^^’ ”. Bahkan sampai pada titik thresholdnya aku mengatakan “Kenapa aku tidak diajak?”. Okay, kalian tidak mengajakku and it’s fine, aku juga tidak akan mati berada sendiri disini. Tapi paling tidak, beritahukan keberadaan kalian. Karena kalian adalah saudaraku.

Dimana aku sekarang? Aku tertinggal sendiri, disini.

Sekarang mari kita evaluasi, “Apa yang salah?”. Apa ini semua salahku yang tidak memperlakukan mereka dengan baik saat mereka ada? Apa aku dihukum karena tidak pernah bersyukur karena mempunyai sahabat? Apa karena dunia kita memang berbeda, sehingga kita jarang bertemu? Atau karena aku terlalu sibuk memikirkan urusanku dan kalian sudah jenuh untuk mengajakku? Aku rasa Allah sedang mengujiku, dan aku yakin Allah sedang mengujiku.


Sampai aku menulis ini, aku merasa bahwa kesabaran ada batasnya. Tapi, La Tahzan, atashi wa sabishi kunai kara, Innallah ma’ana (Jangan sedih, karena aku tidak sendirian, sesungguhnya Allah bersamaku)


ps: Teman, dimanapun kalian berada, meskipun kalian meninggalkanku, jangan pernah tinggalkan Allah.

Satu lagi, buat para teman-teman yang mempunyai teman, jangan pernah tinggalkan mereka ya, jangan sampai mereka lari dan mencari pelabuhan lain.

Penggarapan Film Kedua

Saat ini aku sedang menggarap film pendek keduaku untuk forsi (Festival Olah Raga dan Seni) yang diadakan oleh Unpad. Banyak yang aku rasakan saat membuat film kedua ini. Perasaan yang sedikit berbeda dari penggarapan film pertamaku dulu.

Dulu tim kami hanya berisi 3 orang. Aku bekerja di semua
bagian, tapi terutama di bagian kamera. Kami mempunyai alur cerita namun kamu tidak mempunyai skrip yang jelas. Lalu akhirnya kami melamar para pemain yang disesuaikan dengan karakter cerita. Akhirnya, kami berhasil mendapatkan pemain-pemain dalam list pertama kami.

Sekarang tim kami bertambah jadi 4 orang, dan jabatanku naik menjadi sutradara. Hmm, perbedaan yang paling signifikan dari film pertama adalah, di film pertama kami memiliki cerita, dan kami memiliki pemain. Film kam
i pun tidak membutuhkan banyak pemain, yaa, ada 1 lah yang membutuhkan bantuan orang banyak. Setting tempat yang kami butuhkan juga tidak terlalu banyak dan tidak membutuhkan spesifikasi lebih. Namun permasalahan utama yang kami hadapi adalah pemainnya sendiri. Lebih khususnya ke masalah acting mereka. Kenapa aku menyebutnya masalah, karena acting mereka yang, yaa bisa dibilang, kurang total. Inget, kurang total, yang berarti sebenernya bisa saja total, tapi karena mood pemain yang naik turun alhasil susah dikoordinasikan. Namun untuk film yang sekarang, aku bekerja sama dengan orang-orang yang sangat profesional. Kedua pemain utama kami bisa dibilang sudah lama berkecimpung di bidang ini. Yang satu merupakan sutradara handal dan yang satu lagi merupakan aktor kawakan 2006. Untuk kali ini, malah aku yang merasa sebagai pihak yang kurang professional, dari segi pengaturan jadwal shooting, pengumpulan massa, maupun pengambilan gambar.


Shooting kami dilakukan dalam waktu kurang lebih 9 hari. Setelah shooting ini selesai, editing menunggu. Untuk editing sendiri dibutuhkan kemampuan untuk berkonsentrasi dan keuletan dalam memotong2 gambar, dan hal itulah yang membuatku pegal-pegal.

Ceritanya apa sih??
Sangat berbeda dengan film pertama, mungkin, karena kali ini kami membuat film sesuai dengan tema yang diberikan panitia, olahraga dan seni untukmu kampusku. Film pertama bercerita tentang persahabatan, sedangkan film kedua ini lebih difokuskan tentang berusaha dan meraih mimpi. Kami mengambil fokus olahraga futsal. Kenapa futsal, karena tidak membutuhkan peralatan yang banyak, dan sebagai gantinya, membutuhkan orang yang culup banyak. Dan itulah masalahnya. Kami harus lebih mau berusaha untuk mengumpulkan massa.

Review
Ceritanya tentang seorang anak dari kampung yang bernama Ical, dimana ia ditemukan oleh Carlos, seorang pelatih tim futsal professional yang dalam perjalanannya ke sebuah desa, melihat Ical sedang bermain dengan teman-temannya. Ical dibawa ke tim Aizan. Namun akan selalu ada batu sandungan dalam meraih sebuah mimpi, dan hal itulah yang dialami oleh Ical. Jatuh bangun ia berusaha untuk selalu mengejar mimpinya, menghadapi latihan yang keras, teman-teman yang sangat professional, dan Carlos yang sangat dingin. Mampukah Ical meraih mimpinya menjadi seorang pemain futsal profesional?

Pemain:
Ical diperankan oleh Andhika Raspati
Carlos diperankan oleh I Wayan Andrew Handisurya

Crew:
Directed by Putri Zulmiyusrini
Script by Hesti Nurmala Rizqi
Edited by Afiyas Rayyan
Cinematography by Richard Chandra
Soundtrack by Ababil Azhari